Senin, 14 April 2014

Dia, Malaikat untuk Ku :)



Dia tidak lain adalah tetangga ku, seorang teman yang ku kenal karena persamaan hobby. Umur ku 14 tahun saat pertama kali mengenalnya. Dia 2 tahun diatasku. Aku duduk di bangku kelas 2 SMP sedangkan dia SMA kelas 1. Dia memilki koleksi novel, dan baik sekali mau meminjamkan ku koleksinya. Aku bahkan sempat menulis “Ratu Novel” sebagai namanya di kontak HP ku.

Rumahnya tepat di belakang rumah ku, membuat ku rutin berkunjung setiap sore untuk meminjam koleksinya. Ibunya bahkan sudah hapal kalau aku yang berkunjung setiap jam 4 sore. Aku suka membaca, tetapi sayangnya aku tidak mempunyai uang jajan yang berlebih untuk membeli novel. Aku harus menabung, menyisahkan 1000 per hari untuk membeli sebuah buku. Jadilah koleksi novel ku hanya akan bertambah seiring dengan pergantian bulan.

Kunjungan rutin ku kadang hanya sebentar, mengambil buku yang akn ku pinjam lalu pergi setelah mendapatkannya, tetapi lama-lama dia sering meminta ku mampir, mengobrol. Aku tidak keberatan, lagipula kalau aku buru-buru pulang juga pasti Ibu akan menyuruhku mencuci tumpukan piring kotor bekas makan siang. Rumahnya memilki sebuah ayunan, dan kami sering mengobrol disana.

Dia sering bercerita tentang teman-temannya di sekolah, bukan menjelek-jelekkan seperti sebagian orang ketika bercerita tentang teman-temannya, sebaliknya dia selalu bercerita tentang keseruannya bersama teman-temannya. Aku senang mendengar ceritanya, cerita itu selalu terdengar menarik, aku bisa melihat kebahagiaannya ketika bercerita, aku mungkin tidak mengalaminya secara langsung, tetapi kebahagiannya selalu menular, membuat ku bersemangat untuk memilki teman-teman terbaik sepertinya.

Kami semakin dekat setiap harinya, lambat laun aku mulai membuka hati untuk nya, tidak ragu membagi cerita ku. Dia pendengar sekaligus penasihat yang baik, dia seperti seorang kakak. Memarahi ku kalau aku salah, memelukku saat aku bersedih. Dia pribadi yang amat menyenangkan, 5 tahun kami berteman dan aku tidak pernah sekalipun marah padanya.

Dia memiliki cita-cita yang sangat mulia. Dia ingin menjadi seorang dokter, bukan karena pendapatan seorang dokter yang cukup menggiurkan, tetapi karena dia hanya ingin menolong sesama, membantu menyembuhkan pasien dan melihat raut bahagia. Aku terdiam mendengar cita-citanya, mengaguminya dan berjanji akan selalu menyebut namanya dalam doa ku untuk mencapai cita-cita nya.

Satu hal yang tidak disukainya dari ku adalah kemalasan ku untuk sholat. Masa SMA ku adalah masa kelam ku, bukan karena rentetan kenakalan yang ku lakukan, aku siswi SMA seperti kebanyakan, patuh terhadap aturan. Tetapi aku membenci Tuhan, selalu enggan untuk sholat, dia selalu memarahi ku karena itu. Bertanya kenapa aku tidak pernah sholat, aku hanya menjawab karena aku sedang halangan. Tentu saja dia tidak serta merta terima, selalu bawel menasehati ku, tetapi lagi-lagi aku bebal.

Tahun pertama dia kuliah, dia memutuskan berhijab. Dia semakin gencar menasehati ku, bahkan selalu bertanya kapan aku akan memakai hijab ku. Menjelaskan dengan sabar tentang kewajiban ku sebagai seorang muslimah. Aku hanya mendengarkan, tetapi tidak benar-benar menanggapi. Aku bilang kepadanya Tuhan tidak adil, kenapa aku sholat kalau Tuhan saja tidak adil terhadapku. Dia selalu bilang Tuhan itu adil dan selalu adil.

Dia orang yang selalu sabar menghadapi ku, bahkan ketika aku marah dan meninggalkan nya pergi, dia selalu datang kembali, seperti seorang kakak, membuatku malu karena begitu manja dan seperti anak kecil. Kesabaran dan kepercayaannya kalau aku akan berubah membuahkan hasil, Tuhan menjawab doanya, memberikan ku hidayah melalui sebuah buku. Aku ingat bagaimana suara nya disebrang telpon saat aku bilang aku mau berhijab.

Dia menyemangati ku, bilang kalau semua itu ujian saat orang-orang ragu dengan keputusan ku. Dia selalu seperti malaikat, membantu ku saat terjatuh, membuat ku selalu memandang dari sisi yang berbeda, meyakini bahwa sepenuhnya Tuhan maha adil.

Dia meliki hati yang sangat mulia, selalu mau membantu orang lain. Terlahir dari keluarga yang berkecukupan tidak pernah membuatnya menjadi sombong, sebaliknya dia selalu mau berbagi dengan sesama. Aku belajar banyak darinya, mencontohnya, selalu ingin menjadi sepertinya.

Meminta seorang adik itu mudah, tetapi meminta seorang kakak itu sulit, apalagi aku yang terlahir sebagai sulung dari 2 bersaudara. Tetapi Tuhan baik sekali kepada ku, dia memberiku seorang kakak bahkan sebelum aku meminta nya, seorang kakak dengan hati yang amat mulia.

Dia selalu suka membelikan ku ini dan itu, mentraktirku. Awalnya aku senang tentu saja, tetapi lama-lama aku kesal, marah. Aku tidak ingin dia menganggapku berteman dengannya karena ada maunya, aku tidak ingin seperti itu. Tetapi dia marah saat aku menyuarakan keberatan ku. Dia bilang apakah aku benar-benar menganggapnya seorang kakak, kalau memang iya lalu apa salahnya seorang kakak yang baik kepada adiknya sendiri.

“Kalau memang kamu mau membalas budi mbak, Jadilah anak yang baik, rajinlah belajar supaya pintar dan jadi orang yang sukses. Jangan pernah tinggalin sholat, berbuat baik dengan siapa pun yang kamu kenal, jangan pernah membeda-bedakan orang lain dan buat mbak bangga” itu nasihatnya yang selalu aku ingat. Ku pegang teguh sampai detik ini.

Aku rajin belajar setelah itu, selalu semangat menelponnya, memberi kabar IP yang ku peroleh. Dia orang ketiga setelah orang tua dan nenek ku yang ingin ku lihat tersenyum bangga ketika aku berhasil nanti.

Di hari jadinya yang ke 24 ini aku belum bisa membalas budi baiknya. Hanya bisa memberi doa setulus hati agar koas nya berjalan lancar. Agar dia secepatnya menjadi seorang dokter seperti cita-citanya. Agar dia dipertemukan dengan seseorang yang akan menjadi imam yang menuntunnya menuju surga. Agar dia selalu dalam lindungan Nya dimana pun dia berada. Agar dia selalu diberi kesehatan dan rezeki untuk selalu bisa berbagi dengan sesama. Serta diberikan umur yang panjang.

Untuk dia, kakak terbaik yang pernah ku punya Norawaty Ma’as :’))

Membayar Lunas Hutang Rindu :)


Oktober 2013 adalah pertama kali aku mengenal mereka, anak-anak Pulau Tegal. Bersama Mas Paeng dan teman-teman RBAN lampung aku pertama kali mengijakan kaki di pulau itu. Aku masih ingat bagaimana mereka masih malu-malu ketika diminta untuk memperkenalkan diri. Ragu menyebut cita-cita, mengingat mereka yang tidak mengenyam pendidikan formal seperti anak-anak lainnya. Tetapi kepolosan mereka membuat ku dan teman-teman jatuh cinta. Itulah yang menjadi alasan kami menyempatkan akhir pekan untuk datang kesana. Kadang banyak teman-teman baru dari berbagai komunitas yang ikut meramaikan kegiatan mingguan ini, membuat ku berkenalan dengan teman-teman baru.

Tidak masalah apapun label komunitasnya selagi tujuan kita sama untuk berbagi, lagipula rasanya anak-anak juga tidak peduli label mu, yang terpenting bagi mereka adalah ada kakak-kakak yang datang dan peduli. :)

Januari 2014 itulah teakhir kali aku bertemu mereka. Hampir 3 bulan lamanya tidak pernah bertemu kembali, bermain bersama, belajar bersama dan tertawa bersama. Mematuhi peraturan akademik untuk mengikuti KKN selama 40 hari di Kabupaten Mesuji membuatku tidak bisa melakukan rutinitas mingguan ku, mengunjungi Pulau Tegal.

Tetapi kegiatan ini terus berjalan setiap minggunya, beruntung aku mengenal Sisil, semangatnya luar biasa, selalu mengajak teman-teman yang lain untuk menyempatkan waktu disela-sela kesibukan. Sisil rutin memberiku kabar anak-anak selama aku mengikuti kegiatan KKN di Mesuji. Termasuk ketika anak-anak mendapatkan bantuan baju seragam dan peralatan sekolah dari teman-teman 1000 guru. Dia memberikan kabar melalui SMS, WA ataupun twitter. Aku senang karena banyak yang peduli pada anak-anak, meskipun aku tidak ada disana, menyaksikan secara langsung bahagianya mereka.

Sisil juga sering bertanya kapan aku bisa pulang, dia bilang bahwa anak-anak sering bertanya kenapa aku tidak pernah ikut datang ke pulau. Pertanyaan yang sulit ku jawab, kalau ingin jujur aku pun kangen pada anak-anak, tetapi aku tidak bisa pulang. Lokasi desa tempat ku KKN cukup jauh, bukan aspal dan masih jalan tanah yang kalau hujan tidak bisa dilalui kendaraan. Aku terpaksa harus memendam rindu, berharap KKN secepatnya berakhir, bukan karena aku tidak betah, tetapi karena aku rindu anak-anak.

4 Maret KKN berakhir, saat itu aku pikir aku bisa menemui anak-anak di tanggal 8 dan menginap disana, tetapi kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan membut rencana ku batal. Setelah itu ada saja hal-hal yang terjadi setiap minggunya, membuatku harus menelan kecewa. Aku masih harus memendam rindu.

10 April, aku mengirim WA ke kak Ayu, mengajaknya untuk menginap di pulau, bermain bersama anak-anak. Tawaran ku dijawabnya dengan senang hati. Akhirnya sabtu siang aku menjemputnya di Moka, kebetulan dia tinggal di Metro dan menumpang travel 1 jam untuk menuju Bandarlampung. Kami berbelanja beberapa bahan yang diperlukan, kami berencana mengajak anak-anak membuat donat. Setelah semua bahan dirasa cukup, kami berangkat menuju Pantai Ringgung sekitar pukul 4 sore, tepat jam 5 kami bertemu Pak Nur salah satu warga pulau yang kapalnya biasa kami tumpangi.

Sekitar pukul setengah 6 sore kami tiba di Pulau Tegal. Aku melihat anak-anak dari kejauhan, tengah berlarian, berkejaran juga beberapa warga yang sedang duduk-duduk mengobrol mengisi sore hari. Anak-anak melihat kedatangan ku, berhenti berlarian, memperhatikan namun tidak berani mendekat. Ibu-ibu menunjuk kearah ku, dari kejauhan aku bisa mendengar nama ku disebut. Sampai kapal Pak Nur berlabuh, mereka hanya mendekat, tetapi tidak berani menyapa.

“Oke, jadi Riky, Herni, Hani ga ada yang mau bantuin kak Kiki bawa barang-barang ini” kata ku menunjuk beberapa bungkusan yang ku bawa, memecah hening. Mereka tertawa, mendekat dengan mecium tangan ku. Mereka membantu ku dan kak Ayu membawa barang. Aku menghampiri beberapa warga yang mengobrol, mencium tangan dan bertanya kabar. Mereka bertanya kenapa aku sudah lama tidak datang, aku menjawab seadanya, kesibukkan kuliah jawabku. Aku pamit untuk ke tempat Pak Nur meletakkan tas dan barang bawaan.

Aku membawa sedikit oleh-oleh untuk warga, meminta Riky untuk menemani ku berkeliling, membagikan. Riky dengan senang hati menerima ajakan ku, mengambil paling banyak bagian dan memimpin jalan di depan. Aku banyak bertanya kabar sepanjang jalan, Riky semangat bercerita bahwa dia kini sudah bersekolah lagi setiap hari, meskipun bukan pendidikan formal tetapi dia senang.

Rumah Hadi menjadi tujuan kedua kami, dia meminta untuk ikut, aku dengan senang hati mempersilahkan. Kami berempat lanjut berkeliling dan sampai di rumah Aldi dan Dayat.

“Assalamualaikum” ucap ku.
“Kak Kiki ya?” jawab suara dari dalam, bukannya menjawab salam ku.
“Iyaa, bukain pintu dong Aldi” jawabku. Pintu dibuka oleh Aldi, dan apa yang ku lihat membuat ku sempat ingin menangis. Aldi dan Dayat bermodal sebuah lampu minyak sedang belajar, menulis sesuatu di buku tulis. Aku masih ingat, mereka berdua adalah anak yang cukup sulit aku bujuk untuk mau belajar. Dulu bahkan Aldi dan Hadi lebih memilih kabur untuk memancing daripada mengikuti kegiatan belajar mingguan kami. Aku sampai harus berkejar-kejaran, membujuk dengan sabar ketika aldi ngambek dan mengusirku dari rumahnya.

Mengobrol sebentar dengan Ibu Aldi kemudian aku berpamitan, karena adzan Magrib hampir berkumandang, langit hampir gelap sedangkan kami berempat tidak ada yang membawa senter. Aldi menawarkan diri mengantar, meminta ku menunggu sebentar karena dia mau mnyelesaikan PR nya. Selesai berpamitan dengan ibunya dia pun ikut, membawa senter yang dipasang di kepala. Disepanjang jalan Aldi tidak berhenti bertanya kenapa aku tidak pernah datang, bilang kalau dia sekarang sudah tidak nakal lagi, sudah tidak pernah kabur lagi, dan bahkan semangat belajar.

“Kak Kiki kenapa ga pernah dateng” tanya Aldi.
“Iya kak, saya juga nanyain sama kak Sisil” timpal Riky.
“Eh saya mah tiap minggu geh kak nanya nya” Aldi tak mau kalah. Aku tertawa, menjelaskan seadanya. Mereka kemudian bercerita tentang kegiatan mereka di sekolah, juga tentang kegiatan mengaji mereka yang sudah sebulan ini terhenti. Aku bertanya kenapa, mereka hanya menjawab bahwa ada sedikit masalah tetapi tidak mau berbicara lebih lanjut.

Menu makanan malam ini sayur jantung, aku tidak pernah suka makan sayur jantung pisang, tetapi sayur jantung pisang buatan ibu ini berbeda, selalu membuat ku ingin nambah. Ibu sendiri sudah hapal, selalu memasak sayur jantung setiap aku menginap disana. Lepas makan malam kami berkumpul di rumah Pak Nur. Aku, Mbak Ayu, Riky, Hani, Herni, Aldi, Hadi, Aas, Lela, Lani, dan Sinta, mengobrol, tertawa melihat keusilan Intan. Malam sudah semakin larut, Riky dan yang lain berpamitan pulang kerumah yang tersisa hanya Aldi. Aku bertanya kenapa dia tidak pulang, dan katanya dia mau ikut menginap di tempat Pak Nur. Aku mengajaknya tidur disebelahku, ku peluk tubuh kecilnya, dia tertidur dalam pelukan ku.

Esok paginya aku terbangun oleh suara ribut di depan rumah pak Nur. Aldi sudah pulang sebelum aku bangun. Ternyata anak-anak sudah berkumpul padahal waktu masih menunjukan pukul 7 dan aku berjanji untuk memulai acara pukul 8. Aku pun mandi seadanya, membawa bahan-bahan dan meminjam peralatan memasak ibu. Anak-anak bersemangat membantu ku, kami berjalan menuju gajebo dekat sekolah, melewati ibu-ibu yang tengah mengobrol. Berpesan kalau mereka juga ingin mencicipi donat buatan kami.

Pagi itu gajebo ramai sekali, semua berkumpul, tidak kurang 1 pun. Risma, Penti, Aas, Nirmala, Herni, Hani, Maisaroh, Nopi, Ningsih, Lela, Lani, Istiqomah, Sinta, Deni, Rohiman, Fahri, Aldi, Dayat, Wahyudi, Mawan, Riki,dan Hadi. Awalnya aku hanya memnbuat 2 adonan, tetapi karena pernipan masih tersisa 2 bungkus aku menawarkan pada mereka apakah ada yang ingin mencoba membuat. Risma mengangkat tangan malu-malu, aku memintanya untuk mengambil baskom dan kain dari rumah, meminta Aas dan Penti untuk membeli bahan-bahan.Semua anak-anak memperhatikan, berebutan untuk membantu. Setelah adonan jadi aku meminta mereka menunggu 15 menit sampai adonan mengembang, termasuk adonan yang dibuat Risma.

Sambil menunggu aku meminta mereka mengambil kelapa muda. Aldi dan anak laki-laki lainnya semangat mengambil, bertanya berapa kelapa muda yang kubutuhkan,aku menjawab 5 tetapi kaget saat mereka bergotongan membawa 14 kelapa muda. Mereka berebutan menungkan air kelapa, mengambil buahnya, menuangkan sirup dan susu serta mengaduknya. Mengadu padaku saat tidak diberi kesempatan untuk membatu, aku pun mengabsen satu persatu agar semua kebagian tugas dan tanpa terasa 15 menit berlalu, adonat donat sudah mengembang.

“Oke, jadi siapa yang mau bantu kak Kiki dan Kak Ayu buat donatnya”
“Saya!!” mereka kompak mengangkat tangan menjawab.
“Semua boleh bantu kakak, tapi harus cuci tangan dulu”. Mereka bergegas menuju sumur mushola, mencuci tangan. Istiqomah dan Fahri yang paling kecil diantara yang lain mendekati ku, malu-malu bertanya bolehkah mereka membantu. “Tentu, tapi cuci tangan dulu” jawabku tersenyum, mereka bergegas menyusul yang lain. 119 donat dengan berbagai bentuk berhasil kami buat, ada yang kecil seperti buatan Istiqomah dan Fahri, ada yang besar seperti buatan Aas.

“Nah donatnya kita biarin dulu, nanti dia bakalan gede lagi, setelah cukup gede baru kita goreng, sekarang kita urus dugannya dulu”. Setelah rasa dugan dirasa pas, dan donatnya sudah cukup mengembang kami menuju rumah Pak Nur untuk menggoreng donatnya.

“Donat-donat, sebiji 5 ribu, yang udah digoreng 10 ribu” Nirmala dan Herni berpromosi di sepanjang jalan. Ibu-ibu tertawa melihat ulah mereka. Tidak berapa lama Sisil, Mita dan rombongan dari Yoa datang, membawa buku dan mainan untuk anak-anak. Aku meminta yang lain menemui Sisil , berjanji kalau setelah matang aku akan ke sekolah dan menemui mereka.

Jam setengah 12 hujan turun dengan lebatnya, aku dibantu Kak Ayu, Penti, Risma dan Lela mengoreng serta menyiapkan donat untuk dibawa ke sekolah, untunglah hujan reda tepat ketika semua donat sudah digoreng. Aku memanggil anak-anak dan teman-teman Yoa, berkupul bersama di gajebo yang telah dilapisi tikar karena basah oleh hujan. Semua berebutan, mencicipi donat buatan mereka sendiri, berteriak bilang enak dan ingin lagi. 

Sayangnya baik aku ataupun kak Ayu tidak ada yang sempat untuk mengambil foto kegiatan, kami larut di dalamnya, lebih memilih merekamnya dalam ingatan sebagai sebuah kenangan. Melihat mereka tersenyum bahagia, tertawa itu semua membayar lunas hutang rindu ku.

Siang harinya aku dan teman-teman yang lain berpamitan, setelah berjanji kalau aku akan datang lagi secepatnya. Anak-anak Pulau Tegal membuatku merasa hangat karena dicintai, mendengar kata-kata ‘i love you’ dari Wahyudi rasanya lebih mneyenangkan dan tulus. Aku pikir 3 bulan tidak pernah datang dan banyaknya kakak-kakak baru yang mereka kenal membuat mereka lupa pada ku, tetapi aku keliru, mereka masih mengingatku, masih menyambutku dengan senyum yang sama. Rindu yang sama seperti rundu ku pada mereka. Mereka selalu berhasil membuat ku tersenyum, lupa terhadap semua kesulitan yang ada saat bersama, membuat ku ingin selalu cepat kembali kesana. Ah Tuhan dan nikmat Mu yang mana lagi yang hendak ku dustakan :”)



Aku, liburan dan jakarta :))



Jum’at, 28 Maret 2014 pukul 21:50 WIB aku tiba di terminal damri. Malam itu aku memutuskan berangkat ke Jakarta seorang diri. Ini pengalaman pertama ku menyebrang seorang diri, sedikit takut memang, tapi berbekal informasi (hasil bertanya sana-sini), uamg seadanya serta keyakinan bahwa aku memilki Tuhan yang akan selalu menjaga hamba-Nya aku memutuskan berangkat.

Di dalam bus aku berkenalan dengan seorang wanita, usianya sekitar 34 Tahun, dia meminta ku memanggilnya ‘Mbak Yana’. Dia sama seperti ku berangkat seorang diri, kami berkenalan dan dari ceritanya aku tahu kalau dia memilki seorang anak yang kini duduk di bangku kelas 2 SMA, Bus baru memasuki kapal sekitar jam setengah 3 setelah mengantri sekitar 2,5 jam. Memasuki kapal kami berkenalan lagi dengan seorang wanita, aku lupa namanya, tetapi wanita ini seorang dokter di sebuah rumah sakit di daerah Bogor (Mbak Yana lebih banyak mengobrol dengannya, karena aku memutuskan tidur, mengantuk). Aku tertidur selama perjalanan di kapal dan baru terbangun jam 5 subuh, karena pemberitahuan kalau sudah memasuki waktu untuk sholat subuh. Kapal kali ini berlayar dengan lambat mengingat waktu tempuhnya 4 jam untuk menuju pelabuhan Merak.

Sesampainya di Merak kami berpisah,aku dan mbak Yana menuju stasiun Gambir sedang mbak (aku lupa namanya) menuju bogor, sepanjang perjalanan Agnes dan Ibunya tidak henti menelpon, bertanya dimana posisi ku. Karena selama di Jakarta aku akan menginap di rumah Agnes teman ku (lain waktu aku akan bercerita tentangnya). Sesampainya di stasiun Gambir, aku membantu mbak Yana mencari hotel terdekat untuk menginap dan setelah memastikan dia mendapatkan penginapan aku melanjutkan perjalanan.

Ibu Agnes bilang aku harus menumpang bus AC tujuan Ciledug dengan nomer 44, hampir 1 jam aku menunggu akhirnya bus nomer 44 itupun datang, Aku turun di komplek BNI dan menunggu ibu Agnes yang menjemput ku. Tepat jam setengah 11 aku sampai di kediaman Agnes.

Disana aku berkenalan dengan teman agnes, namanya Faizah. Faizah orang yang ramah dan bersahabat, siang itu juga mereka berdua menawari ku ke Tanah Abang, Faizah baru mendapatkan gaji pertama dan sebagai anak berbakti Faizah mau memberikan sesuatu untuk orangtua dan keluarganya di Padang. Aku pun langsung bilang ‘iya’, walaupun badan masih cape, aku lekas mandi dan bersiap-siap.

Kami mampir sebentar di Blok M untuk makan siang sebelum naik kopaja tujuan tanah abang. Di tanah abang lumayan menguras dompet Agnes dan Faizah, aku sendiri hanya membeli 1 buah kemeja dan 1 rok (uangku seadanya :D). Kemacetan Jakarta pada sore hari sungguh luar biasa, kami baru sampai di rumah jam 8 malam, disambut omelan Ibu dan Bapak, mau bagaimana lagi macet ^^

Keesokan harinya kami sepakat menghabiskan waktu di rumah, beristirahat dan menyusun jadwal untuk keesokan harinya. Aku membuat janji untuk bertemu kak Ria dan kak Indri, tidak lain teman-teman dari hibah buku (lain waktu aku akan bercerita tentang hibah buku). Kami bersepakat bertemu di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Rencana nya kak Ria dan kak Indri akan mengantakan ku ke Stasiun Kota untuk melanjutkan perjalanan menuju Cikampek.

Senin sekitar jam 9 kami berangkat dari rumah. Aku, Agnes, Faizah, Elsa dan Elsi (2 adik kembar Agnes) menumpang taksi menuju blok M (awalnya taksi menolak karena kami terlalu ramai, tetapi aku berhasil meyakinkan pak sopir kalau tidak apa-apa :D). Selanjutnya kami menumpang transjakarta, transit 1 kali dan kemudian menumpang angkot 1 kali hingga sampai di TMII. Kak Ria dan kak Indri sudah tiba duluan, mereka membawa motor sehingga perjalanan lebih cepat.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah rumah gadang, mengambil beberapa foto. Kak Ria mengirim Watsapp (WA) mengatakan bahwa dia juga sudah di rumah gadang, Aku berusaha mencari kak Ria yang ternyata sedang didekat badut, aku pun menghampirinya, kami berpelukan melepas kangen, karena lama tidak bertemu, kak Indri sendiri baru pertama kali bertemu dengan ku. Aku mengenalkan mereka dengan Agnes dkk. Karena sudah memasuki adzan Dzuhur kami memutuskan sholat terlebih dahulu.

Selesai sholat aku ngotot ingin naik gondola, Aku memang penasaran ingin sekali naik, dan ternyata yang lain sepakat, jadilah kami mengikuti lintasan gondola untuk menuju tempat pembelian tiket, lumayan jauh ternyata, dan sesampainya disana aku harus menelan kecewa karena ternyata antriannya cukup panjang, sedangkan kak Ria bilang aku harus selesai jam 2 agar tidak terlambat sampai di stasiun Kota. Akupun meminta mereka naik tanpa aku, tadinya mereka memaksa ku ikut, tetapi aku menolak karena takut terlambat.

Aku melanjutkan perjalanan dengan kak Ria dan kak Indri, mampir sebentar di Rumah makan padang karena perut yang lapar. Selanjutnya membeli oleh-oleh untuk Mayang. Kak Ria dan kak indri memarkir motor di stasiun Kalibata, membeli tiket KRL untuk kami bertiga menuju statiun Kota. Kami tiba tepat pukul 4 sore, berencana membeli tiket kereta ekonomi lokal keberangkatan pukul 16:30 WIB. Namun ternyata tiket sudah habis terjual, yang ada hanya tiket keberangkatan pukul 18:30, dan harus mengantri karena loket dibuka kembali pukul 17:00 WIB yang berarti aku harus mengantri selama 1 jam lamanya.

Selesai mendapatkan tiket, kami mencari tempat sholat (kami belum Ashar) ternyata lumayan jauh. Kota tua selanjutnya menjadi tujuan kami untuk menghabiskan waktu, Kami membeli es krim duren yang ternyata lumayan enak dan melanjutkan berkeliling melihat-lihat sampai tidak terasa sudah mau jam 6 sore. Kami kembali ke stasiun dan berpisah disana. Kak Ria dan Kak Indri menumpang KRL kembali ke stasiun Kalibata dan aku melanjutkan perjalanan ke Cikampek.

Aku tiba di stasiun Cikampek jam setengah 9 malam, Mayang menjemput 10 menit kemudian. Aku menginap dirumahnya, berkenalan dengan ibu dan bapak yang ternyata sangat ramah. Paginya aku sudah harus pulang kembali ke Jakarta, Mayang bilang aku terlalu cepat pulang dia belum sempat mengajak ku berkeliling, tetapi yang penting aku sudah melunasi janji ku, lagipula menghabiskan waktu bercerita sampai jam 2 malam itu lebih berharga untuk ku.

Ibu Mayang sangat pintar memasak, pagi itu aku disuguhi sop daging dan rendang, itu sop daging yang enak sekali. Aku berpamitan jam 10 pagi, karena harus membeli tiket, mengucapkan terima kasih karena sudah diterima dan disuguhi makanan enak, akupun berpamitan. Tiket kereta ku pukul 12:32. Sambil menunggu, kami memutuskan mampir ke toko buku Salemba, aku mencari sebuah novel namun sayangnya tidak ada, aku memutuskam membeli sebuah boneka untuk kenang-kenangan.

Petugas kereta api bilang aku harus mnumpang KRL dari bekasi menuju kebayoran. Aku teringat Icha teman kuliah ku, kebetulan dia sedang di bekasi, aku mengiriminya sms dan dia meminta ku mampir kerumahnya, ku pikir kenapa tidak, kami sudah 4 tahun berteman dari pertama kami masuk kuliah tetapi aku belum pernah ke rumahnya. Icha menjemputku sekitar jam 2 siang, Keluarganya menyambut baik kedatangan ku, aku bertanya pada Icha lokasi Gramedia terdekat dan katanya lumayan dekat, kami pun menuju Mal Metropolitan (MM) Bekasi, langsung menuju Gramedia dan mencari buku yang ingin ku beli. Ternyata cukup memakan waktu sekitar 20 menit, karena mas dan mbak penjaga nya pun kesulitan mencari, namun akhirnya ketemu juga. Aku melanjutkan perjalanan menumpang KRL.

Sempat transit di stasiun Manggarai, kemudian Tanah Abang hingga akhirnya berhenti di stasiun Kebayoran. Sore itu penumpang KRL sangat padat, berdesak-desakkan,tidak ada yang mau mengalah. Setiba di Kebayoran Ibu Agnes menjemputku.

Aku pulang keesokan paginya, menumpang kereta ekonomi lokal keberangkatan 07:42 WIB menuju Merak. Di Rangkasbitung dan Serang aku iseng mengirim pesan di grup WA, mengatakan bahwa aku sedang di kereta yang melaju menuju Merak. Teman-teman yang berada di Cilegon merespon, meminta ku turun di stasiun Cilegon, mampir. Setelah menjamin bahwa mereka akan mengantarkan ku ke Merak aku pun turun di stasiun Cilegon.

Kak Haqi dan Ijal pun menjemputku, mengajak mampir ke Sop Duren melepas haus dan melanjutkan makan di KFC karena aku perlu mencharge hape ku. Setelah kenyang kami menuju Mushola terdekat karena sudah memasuki waktu Dzuhur. Selesai sholat kami menuju Vnice menemui kak Lisda yang datang dari Serang, Kak Lisda baik banget beliin donat buat di jalan ^^. Selanjutnya karena kak Lisda lapar kita pindah tempat ke Viva City. Jam sudah menunjukan pukul 15:30, kami sudah mau pulang tetapi bersamaan dengan itu adzan Ashar berkumandang, akhirnya kami memutuskan untuk sholat di mushola, kebetulan yang paling dekat itu kampusnya kak Haqi di fakultas tehnik nya UNTIRTA. Selesai sholat aku melanjutkan perjalanan menuju Merak untuk kembali pulang ke Lampung.

Cerita ini untuk sebagian orang mungkin biasa saja. Tidak ada yang begitu menarik, hanya perjalanan di mengisi liburan, berjibaku dengan macetnya kota Jakarta, tetapi tidak untuk ku. Semua nama yang ku sebutkan dalam tulisan ini terkecuali Icha adalah teman-teman yang baru ku temui. Kak Ria, kak Lisda dan Agnes ini kali kedua aku bertemu mereka, sisanya itulah pertama kali aku bertemu mereka. Aku sama sekali tidak merasa takut ataupun canggung. Mereka begitu baik, lihatlah bagaimana kak Ria dan kak Indri yang sama sekali tidak membiarkan ku sendirian, bisa saja mereka hanya menjelaskan kereta yang harus ku tumpangi, tidak harus menemani sampai mereka sendiri harus pulang malam karenanya. Memaksa membayar makan siang, tiket kereta juga es krim duren yang enak itu.

Lihat juga kak Lisda yang berangkat dari Serang untuk menemui ku di Cilegon,berbaik hati membelikan ku makanan untuk di kapal, juga Kak Haqi dan Ijal yang menjemputku di stasiun Cilegon dan berjanji untuk mengantar ke Merak. Stasiun Merak dan Pelabuhan memang bersebelahan tetapi dipisahkan oleh tembok tinggi yang menyebabkan harus berjalan cukup jauh, karena itu Ijal meminta ku untuk turun di stasiun Cilogen, sehingga aku tidak harus berjalan jauh dan menunggu sendirian selama di Pelabuhan.

Juga Agnes yang mau menampungku selama di Jakarta, tidak membiarkan isi dompet ku keluar sama sekali selama di Jakarta. Ibu Agnes yang selalu menjemput dan mengantarkan ku, juga saudara Agnes yang tidak membuat ku merasa asing di tengah keluarga. Mayang yang membuatku merasa menjadi seorang kakak, juga Icha yang membuatku beruntung memilki sahabat yang baik sepertinya.

Aku sangat beruntung mengenal mereka semua, mereka membuat ku belajar anyak hal. Kadang keluarga memang tidak harus memilki ikatan darah, keluarga bisa hadir darimana saja selagi kamu punya hati yang lapang untuk siapa pun yang kau kenal. Jika memang sulit untuk bertemu dengan orang-orang yang baik, mungkin kamu hanya harus memulainya dari diri sendiri, berbaik hati lah kepada siapa pun yang mengenal mu. Ah Tuhan nikmat Mu yang mana lagi yang hendak ku dustakan :’)).

Senin, 07 April 2014

happy birthday :")


“Mbak, nyapu nya yang bersih dong” suara anak yang sedang berdiri bersandar pada pintu. Aku menghentikan kegiatan ku, menoleh, mendapati si empunya suara sedang menatapkan dengan seringai jahilnya.

“Mbak kalo piket yang bener dong, kalo ga bersih gimana, kita lagi yang disuruh nyapu nanti” si pemilik suara masih mengomel, Aku tidak tahu tahu siapa namanya, karena seragam pramukanya sepertinya masih baru, belum sempat dijahitkan nama seperti peraturan seharusnya.Aku tidak terlalu menanggapinya, sebentar lagi bel, aku harus buru-buru menyelesaikan pekerjaan ku.

“Mbak CS kelas berapa sih?” tanya nya. Aku menoleh “CS?” tanya ku heran. “Iya CS Cleaning Service” jawabnya acuh. Astaga anak ini, aku berlalu meninggalkannya tidak peduli pada tugasku yang belum selesai.

Itu cerita 7 tahun yang lalu, pertama kali aku mengenalnya. Waktu itu aku duduk di bangku kelas 3 SMP dan anak yang cerewet mengusili ku duduk di kelas 2 SMP. Anak dengan gaya tomboy, sedikit tidak cocok dengan rambut panjang sepinggangnya yang tergerai panjang. Semenjak keusilannya itu aku jadi sering memperhatikannya. Entahlah mungkin aku iri melihat rambutnya. Kalian pasti pernah melihat iklan-iklan sampo, dengan bintang yang rambutnya berkilauan, bayangkanlah rambut seperti itu namun tanpa efek bekilauan, hanya tergerai panjang, hitam namun terlihat alami.

Aku lulus SMP dan melanjutkan sekolah di SMAN 3 Prabumulih, sekolah yang menyenangkan, disini aku belajar banyak hal, teman-teman dari berbagai daerah, guru-guru yang sepeti orang tua, aku menjalani 1 tahun pertama ku dengan sukacita.

Tahun kedua pun dimulai, penerimaan siswa/siswi barupun di lakukan. Aku ingat saat itu aku sedang menuju perpustakaan, aku memang suka sekali membaca, dan perpustakaan tentu adalah tempat favoritku, meskipun koleksi bukunya belum terlalu banyak tapi cukup untuk ku. Saat itulah aku melihatnya lagi, dengan cara berjalannya yang khas, seperti laki-laki kontras dengan rok dan rambut panjangnya yang tergerai. Aku berhenti dan mengamati, dan dia melihat ku. Aku memutar arah berjalan ke arahnya.

“Eh mbak CS ya?” tanya nya ragu. Aku mengangguk, mengulurkan tangan “ Apa kabar?” sapa ku. Kami mengobrol singkat, ternyata dia ingin melanjutkan SMA disini, entah kenapa aku senang, berdoa dalam hati semoga dia diterima.

Doa ku dijamah Tuhan, aku melihat namanya dalam deretan nama peserta yang lulus seleksi. Masa ospek dimulai. Saat itu aku terpilih sebagai Bendahara MPK (Majelis Perwakilan Kelas) dimana tugasnya untuk memilih anggota-anggota OSIS sekolah meskipun dengan saran dewan guru tentunya.

Dia mendaftar sebagai pengurus osis juga, namun pada tahap wawancara bukan aku yang kebagian tugas untuk mewawancarainya. Setelah pengumuman ternyata dia terpilih menjadi anggota OSIS, bukan karena aku, tetapi memang skor penilaiannya yang tinggi.

Terlibat di kepengurusan yang sama membuat kami sering bertemu dan mengobrol, seperti dugaan ku dia anak yang asyik diajak ngobrol dan ramah. Selain punya rambut yang indah ternyata dia punya 1 hal lagi yang membuat ku iri. Dia pintar bermain gitar, tangannya seperti menari, aku iri.

Aku menyuarakan rasa kesalku, dan tanpa ku sangka dia menawarkan sesuatu, sesuatu yang membuatku menganggapnya seperti sahabat ku. Dia menawarkan diri untuk mengajari ku bermain gitar, ternyata cukup sulit memainkannya, tangan ku samapai kapalan, kebas. Sering kali aku lupa kunci-kunci nya. Aku benar-benar awam mengenai seni, kalau ada yang meminta ku berkutat mengerjakan soal matematika tentu aku tak kan ragu, tapi bermain gitar? Aku masih lebih awam dari anak SD.

‘Hingga Akhir Waktu’ nya Nineball yang menjadi lagu awalku. Dia bilang itu yang paling mudah kunci nya. Aku menurut saja, dia melatih ku dengan sabar, kadang aku kesal, kenapa sepertinya sulit sekali. Tetapi kesabarannya dan ketekunan ku mebuahkan hasil, Aku bisa memaikan lagu itu. :)

Kadang kami berlatih di rumah ku, kadang di rumahnya, Dia sama seperti ku, anak sulung. Aku memiliki seorang adik laki-laki dan dia memiliki seorang adik laki-laki dan seorang adik perempuan. Kami sering berbagi cerita, aku mengaggapnya seperti adik sendiri tidak sungkan untuk menceritakan sesuatu yang kadang tidak ku bagi dengan sahabat ku sendiri.

Dia memutuskan berhijab di bangku SMA, membuatku semakin kagum padanya, Rambutnya yang indah itu mungkin tidak terlihat lagi, tapi dia terlihat lebih cantik saat mengenakan hijabnya.Ah ya, dia juga punya sepasang gigi kelinci, terlihat lucu kalau dia sedang tersenyum, atau nyengir tepatnya.

Kami berdua memilki kesamaan, sama-sama suka makan martabak telor. Martabak Barokah itu tempat favorit kami. Keakraban kami terus berlanjut bahkan sampai sekarang. Saat aku menempuh pendidikan di UNILA dan dia di UGM.

Hari ini 7 April 2014 dia berulang tahun. Yang ke 20. Iya dia satu tahun dibawahku dibangku pendidikan, tetapi dia 2 tahun dibawah ku kalau soal umur. Ulang tahun ku kemarin dia memberikan sepotong lagu “Happy Birthday” dan menutup hari bahagia ku dengan sempurna. Suara ku tidak sebagus miliknya, aku hanya bisa merangkai kata, menulis sedikit tentangnya, jadi aku menulis ini untuknya.

Oh ya, kami punya kebiasaan dari dulu dan mungkin samp[ai sekarang, kami selalu berusaha menjadi yang terakhir mengucapkan selamat ulang tahun di setiap tahunnya. Kalau yang lain berlomba menjadi yang pertama, maka kami saling berlomba menjadi yang terakhir.

Semoga di tahun ke 20 ini dia menjadi lebih baik dari sebelumnya, selalu menjadi adik ku yang baik hatinya, yang selalu bisa membuatku tertawa saat bersamanya, yang membuatku bersyukur mengenalnya. Semoga selalu dimudahkan jalan untuknya, semoga selalu didekatkan dengan yang baik, dan semoga dia selalu berada dalam lindungan-Nya dimana pun dia berada :)

“Persahabatan tidak pernah mengenal usia, jarak, jenis kelamin, agama, suku, maupun status sosial, karena persahabatan hanya mengenal ketulusan :)

Happy Birthday Khairani Zakiya :) :) :)